Saturday, September 18, 2010

The Wishper of The Heart

The Wishper of The Heart
"When a wish granted, another wish broken".

     23 April. Hari ini hanyalah salah satu dari hari-hari yang kujalani selama 26 tahun hidupku, mengabulkan berbagai mimpi dan harapan dari berbagai macam orang yang pernah kutemui. Bukan, bukan mengabulkan permintaan layaknya semacam Dewa atau Tuhan kepada ciptaannya, namun hanya sebagai seseorang yang merasa harus menggunakan kelebihannya untuk kebaikan. Meski aku tak dapat secara magic mengabulkan harapan, namun setidaknya aku dapat menunjukkan dan memuluskan jalan menuju harapan dan impian. Ya, aku dapat mendengar ungkapan hati manusia, mendengar seruan hati mereka akan harapan dan impian. Berbagai macam keinginan pernah kudengar, dari hangat dan mengharukan, hingga menakutkan dan memilukan. Berbagai macam harapan dan impian diantara berbagai macam manusia diluar sana berusaha kukabulkan. Tugas bagi seorang Wishper (Wish-Esper).


     23 April. Di dalam salah satu hari-hariku, kadangkala aku dapat mengingat kembali, bagaimana saat 11 tahun yang lalu kusadari bahwa Tuhan memberikanku sedikit kelebihan dari orang-orang disekitarku. Awalnya aku selalu mengira bahwa suara-suara yang sering kudengar adalah suara hantu, sebuah kutukan, yang selalu mengirimku gemetar dibawah selimut selama aku belum mengetahui kebenaran ini. Tak pernah kuceritakan pada siapapun apa yang terjadi padaku, tidak ayahku, bukan ibuku, maupun teman-temanku, hingga aku bertemu Tom dan Mira.

     Tom dan Mira adalah teman sekelasku, kami kebetulan bertemu karena kami duduk berdekatan. Mereka orang-orang yang ramah dan baik, bersama mereka aku merasa nyaman. Hingga aku mulai mendengar suara-suara itu lagi.

     Pada suatu percakapan, kami berakhir pada topik yang berhubungan dengan hal supranatural, hingga kurasa ini adalah saatnya aku menceritakan apa yang selalu kualami kepada mereka berdua. Jika mereka tidak percaya, maka aku dapat langsung meloloskan diri dengan mengatakan bahwa "itu hanyalah sebuah cerita", namun jika mereka percaya... hmph, tidak mungkin mereka percaya.

     Kukatakan semua yang kualami kepada mereka tanpa mengatakan siapa yang kuceritakan, kukira mereka akan tertawa mendengar cerita konyol tersebut, namun kenyataannya, mereka malah tampak antusias mendengar lanjutan ceritaku dan bertanya-tanya identitas orang yang kuceritakan dan mengapa aku bisa mengetahui cerita tersebut. Aku sempat tidak percaya kepada reaksi mereka berdua, namun rasa pesimis masih mengganjal dihatiku. Aku menolak untuk melanjutkan ceritaku.

     Namun hari demi hari, mereka kadang masih memintaku untuk melanjutkan ceritaku. Hingga akhirnya mereka berhasil membuatku merasa berhutang kepada mereka akan kelegaan yang kudapat setelah menceritakan kisahku kepada Tom dan Mira. Pada akhirnya kukatakan bahwa akulah orang di cerita tersebut, percaya atau tidak terserah kepada mereka, aku tak peduli bila mereka menganggapku gila atau apa lalu meninggalkanku. Aku telah terbiasa sendirian.

     Apa yang terjadi selanjutnya tak pernah kukira, mereka berdua merasa "kutukan" pada diriku adalah sebuah "pemberian", sebuah "berkah", kemampuan spesial yang tak dapat dimiliki oleh semua orang walau bagaimana mereka berusaha. Mereka berhasil meyakinkanku bahwa kemampuan yang kumiliki tak boleh kusia-siakan, ada alasan mengapa Tuhan memberiku kemampuan ini, kemampuan untuk mendengar apa yang orang lain inginkan dari dalam lubuk hati mereka. Dan sejak saat itu, bersama mereka aku memasuki dunia seorang pengabul-impian, Wishper.

     23 April. Saat aku tengah bernostalgia bersama secangkir teh di sebuah restoran saat tengah beristirahat, aku melihat wajah yang familiar memasuki restoran. Mengenakan sweater coklat yang berdampingan dengan rok panjang berwarna hitam, tak diragukan lagi bahwa sosok dibalik kacamata dengan frame hitam tersebut adalah..

     "Mira!" panggilku spontan. Melihatku dari jauh sambil membetulkan posisi kacamatanya, ia tampak sedang mengingat siapa diriku, lalu.. "Fey!". Berjalan cepat dengan wajah antusias sambil memeluk erat tas tangan berwarna hitam yang selalu dibawanya jika kami bertiga pergi bersama, ia yang tak berubah jauh mendatangi tempatku duduk.

     "Apa kau benar Fey?!" Tanyanya kembali untuk meyakinkan dirinya. "Tentu saja! Siapa lagi yang mau memanggil perempuan berpenampilan kuno sepertimu tanpa alasan!". Mendengar ledekanku ia cemberut dan menggerutu "Setelah bertahun-tahun tidak bertemu itukah yang kau katakan?! Hmph". Aku hanya bisa tertawa melihat reaksinya tetap sama ketika menerima ledekan dariku dulu. Kupersilakan ia duduk di kursi yang berada di seberang mejaku.

     Kami mengobrol dan mulai saling bercerita tentang masa lalu. Mulai dari pertama kali aku mencoba mengabulkan permintaan seseorang yakni adikku sendiri saat aku mendengar ia sangat ingin makan es krim dan aku menerima amarah dari ibuku karena saat itu aku sampai lupa bahwa adikku sedang sakit. Saat seorang gadis yang seumuran denganku pernah berteriak dengan histeris padaku agar tidak membaca hatinya saat ia bertanya mengapa aku tahu ia menyukai seseorang, kemudian berakhir dengan jawaban "Aku tidak membaca, aku hanya mendengar!" dariku bersama dengan sebuah tamparan berbalaskan "Aku tidak peduli!" darinya yang kemudian berlari menjauhiku. Kemudian saat Tom nyaris tenggelam di sungai saat hendak mengambilkan foto berharga yang tertiup angin yang berhasil kami dapatkan untuk seorang nenek walau Tom tahu ia tidak bisa berenang. Lalu saat kami bertiga bekerja sambilan untuk mengumpulkan uang agar dapat membeli tiket masuk taman hiburan untuk menemani 5 orang anak yang ayahnya selalu bekerja sampai tak memiliki waktu untuk menepati janjinya kepada mereka. Hingga bagaimana pilunya perasaan kami saat mengetahui harapan dari seorang anak yatim yang mengidap kanker bahwa ia ingin terus hidup dan bagaimana tidak bertenaganya kami untuk dapat mengabulkan permintaannya. Dan betapa sedihnya kami saat ia meninggal tepat satu minggu setelah kami berhasil mempertemukannya kembali dengan ibunya yang dulu meninggalkannya. Semua memori dan nostalgia itu membuatku berkaca-kaca.

     Mira bertanya kembali mengapa aku tidak datang ke pernikahannya 2 tahun lalu, kukatakan kembali padanya seperti yang pernah kukatakan melalui surat yang dulu pernah kukirimkan padanya, bahwa aku tengah berada di Sudan untuk menggali berita tentang bencana kelaparan sebagai seorang wartawan sekaligus fotografer.. sekaligus Wishper.

     Kembali, sekali lagi ia bertanya padaku sebuah pertanyaan yang tak pernah kujawab dengan jujur padanya. Apakah aku dapat mendengar suara hatiku sendiri? Kembali kukatakan padanya bahwa aku belum dapat mendengarnya, "mungkin aku tak dapat mendengar suara hatiku sendiri". Meski kecewa, Mira tetap percaya padaku dan mendoakanku agar dapat segera mendengar suara hatiku sendiri, agar aku mendapatkan kebahagiaan seperti yang terpancar dari senyuman dan tawa orang-orang yang pernah kutolong.

     Ia pergi sambil melambaikan tangannya padaku, "Sampai jumpa lagi" ucapnya bersama senyuman di wajahnya. Andai saja ia tahu bahwa akulah orang yang paling mengetahui suara hatiku sendiri, yang selalu kudengar jika aku bertemu dengannya, bahwa harapanku adalah aku ingin dapat jujur padanya. Namun tak ada artinya jika harapan Tom agar dapat terus membahagiakan dan menjaga senyuman Mira harus kupatahkan demi sebuah ego dari diriku.

     Aku berakhir membantu mengabulkan harapan Tom dengan perasaanku sebagai harganya. Mendengar pernikahan mereka berdua membuatku sedih namun secercah kebahagiaan juga dapat kurasakan. Betapa gembiranya bahwa aku berhasil membuat mereka berdua tersenyum, namun juga betapa sedihnya bahwa aku harus mengubur dalam-dalam suara hatiku sendiri. Kebahagiaan bukan tanpa pengorbanan, baik dirimu sendiri ataupun orang lain, saat suatu harapan terkabulkan harapan lain terpatahkan, begitulah dunia berjalan.

     23 April. Aku berhasil menyadari dan mempelajari sesuatu. Aku tersenyum, kemudian sedikit tertawa. Mungkin diriku sewaktu kecil lah yang selama ini benar. Kemampuan ini memang benar adalah berkah, ya, bagi orang lain, namun tetap sebuah kutukan untuk diriku. Semua harapan memiliki harga, karena itulah harapan yang terkabul dapat memberikan kebahagiaan. Betapa egoisnya manusia, dapat berdiri dengan senyuman dan tawa diatas harapan lain yang tersungkur.

     Walaupun begitu.., kepada kedua sahabat terbaikku, Tom, Mira, semoga kalian selalu berbahagia dalam kehidupan yang baru. Oh, dan untuk kalian semua, semoga kalian dapat mendengar suara hati kalian dan berhasil menggapainya. Salam, Fey - The Wishper.

No comments: