Thursday, September 23, 2010

Just A Little Fairy Tale For You - Chapter 3. The Promise Between The Two

Chapter 3. The Promise Between The Two


             Hari ini adalah hari spesial di istana putih dan seluruh negeri dimana setiap orang di negeri itu dan istana putih tampak sangat sibuk mempersiapkan suatu perayaan. Hari di akhir musim panas itu adalah hari ulang tahun Sang Ratu, yang selalu merayakannya dengan mengadakan pesta besar di istana putih dengan mengundang para bangsawan dan para pemimpin dari negeri lain, tidak terkecuali Pangeran Edward.


            Malam itu Pangeran Edward datang diam-diam tanpa ingin diketahui oleh Sang Ratu, karena alasan baginya untuk menghadiri pesta ulang tahun Ratu Svetlana tidaklah hanya karena urusan negara, namun juga untuk menemui seorang Putri dari Istana Putih yang belum ia ketahui namanya. Sang Pangeran yakin ia dapat bertemu Sang Putri di pesta malam itu.

            Namun, walaupun Sang Pangeran telah berkeliling ruangan pesta yang berisi banyak sekali orang itu beberapa kali, ia tak juga dapat menemukan wajah yang ia cari. Ia lelah dan berniat beristirahat, mencari udara segar di beranda istana.

            Dan disanalah ia melihat sesosok gadis anggun dengan gaun indah berwarna putih, terdiam seorang diri menatap langit dari beranda istana. Walaupun Sang Pangeran tidak dapat melihat wajahnya dengan jelas karena gelap, Ia yakin bahwa gadis itulah Sang Putri yang selama ini ia cari-cari. Sang Pangeran mendatanginya tanpa keraguan, dan saat selangkah lagi hendak menyapa, gadis itu menengok kepadanya, yang ternyata memanglah Sang Putri Annamaria.

            Sang Pangeran dengan sopan memperkenalkan dirinya sebagai seorang Pangeran bernama Edward yang berasal dari negeri tetangga, Sang Putri hanya tertawa kecil sambil menutupi mulutnya dan berkata bahwa ia sudah mengetahuinya. Pada akhirnya, Pangeran Edward berhasil mengetahui bahwa nama Sang Putri yang berada di depannya adalah Annamaria, namun ia tidak mengerti mengapa Ratu Svetlana menyembunyikan seorang Putri secantik Annamaria.

            Meski Pangeran ingin mengetahuinya, tidaklah sopan baginya bertanya sesuatu yang bukan urusannya, apalagi di negeri orang. Ia mengajak Putri Annamaria untuk berdansa di ruangan pesta, namun belum sempat Sang Putri menjawab ajakannya, Ratu Svetlana memergoki mereka berdua.

            Seolah sengaja ingin memisahkan mereka, Ratu Svetlana memaksa Pangeran Edward dengan halus agar mengikutinya dan meninggalkan Putri Annamaria sendirian, berkata bahwa ia akan memperkenalkannya dengan seorang bangsawan terhormat dari negeri tetangga. Sang Pangeran pun terpaksa mengikuti Sang Ratu.

            Namun sebelum pergi, Pangeran Edward berjanji kepada Putri Annamaria bahwa ia akan kembali lagi untuknya, suatu hari nanti dan saat itu tak akan ada yang mengganggu mereka lagi. Sebuah senyuman pun muncul dari bibir Sang Putri saat Sang Pangeran telah pergi. Kembali ia menatap langit tanpa bintang diatas negerinya.


            Anna menutup buku tulis tempat Bell menulis novel yang ia baca, kemudian ia menaruhnya diatas pangkuannya. Ia menarik nafasnya.

“Fuh…”

“Bagaimana?”
Tanya Bell penasaran terhadap reaksi Anna.

“Kau kejam, mereka kan baru bertemu lagi, kenapa kau pisahkan lagi?”

“Hahaha.. yah… mungkin takdir berkata begitu?”

“Dasar! Kau kan yang menentukan takdir mereka!”

Namun seruan Anna membuat Bell terlihat murung dan menundukkan wajahnya.

“Tidak.. akupun tak dapat menentukan takdir mereka… merekalah yang dapat menentukan takdir mereka sendiri walaupun mereka terlihat tak dapat berbuat apapun.. dan mungkin tak akan menghasilkan apapun..”

Jawaban dari Bell membuat keduanya terjebak dalam situasi yang hening, hingga dengan wajah yang heran Anna mulai bertanya

“Apa.. itu kutipan dari sebuah buku?”

“Ah haha, tidak, itu hanya kutipan dari seseorang yang kukenal.. kebetulan aku ingin mengatakannya juga suatu hari.. hahaha”

“Hmmm dasar.. kukira kau benar-benar berpikir seperti itu!”

“Tidak.. tidak mungkin, hahaha”

“Eh iya, kita ke ruang lounj yuk, kau mau menulis kan?”

“Heh? Oh ya aku lupa ini baru jam 9, habis biasanya kau datang siang sih”

“Hahaha.. soalnya kemarin aku belum sempat membaca lanjutan novelmu, jadi aku penasaran dan buru-buru deh hari ini”

“Hahaha.. aku tersanjung, baiklah, yuk”

Bell pun bangkit dari duduknya, Anna membuka pintu dan mereka berdua berjalan bersama menuju ruang lounj yang tampak cerah disinari oleh cahaya mentari pagi.

Bell duduk di sofa biasanya dan langsung membuka buku dan pena nya, sementara Anna langsung menuju jendela dan membukanya, membiarkan udara segar dengan angin sepoi-sepoi memasuki ruangan. Lambaian tirai putih diiringi dengan suara gesekan daun membuat suasana di ruang lounj begitu tenang. Anna mulai bersenandung suatu lagu dengan nada yang indah namun juga terdengar dalam dan menyedihkan.

“Hei”
Panggil Bell sambil terus menulis tanpa menengokkan wajahnya

“Eh hem?”
Jawab Anna, juga tanpa menengok kepada Bell yang memanggilnya.

“Bagaimana hasil check-up mu kemarin?”

“Ya.. cukup baik untuk orang yang mengidap penyakit berat”

Anna kembali melanjutkan senandungnya, sementara Bell juga masih terus menulis, namun tampaknya Bell ingin percakapan diantara mereka terus mengalir.

“Tidak bertanya balik?”

“Bertanya apa?”

“Hasil chek-up atau apalah?”

“Untuk apa?”

“…”
Bell terdiam sejenak mendengarnya, kemudian
“Tidak sopan..”

“…”

Anna menghentikan lantunan senandungnya, Bell juga menghentikan jemarinya. Mereka berdua terdiam selama beberapa detik.

“Hahaha! Bodoh, aku bercanda!” ujar Bell.

“Hahahaha.. aku juga bercanda! Tapi sejenak tadi kupikir aku keterlaluan!” balas Anna.

“Hahaha tidak, tidak, aku tahu kau bercanda!”

“Hahaha.. dasar kau!”

Mereka berdua secara mengherankan kini berada dalam gelak tawa yang mungkin tak akan dimengerti oleh orang biasa, orang yang sehat fisik dan mental.

“Baiklah,baiklah, bagaimana hasil check-up mu kemarin?”
Tanya Anna

“Ya.. cukup baik untuk orang yang mengidap penyakit berat”
Jawab Bell sambil senyum-senyum

POSEEEEER!” seru Anna meledek Bell.

“Hahahaha habisnya apa menariknya pertanyaan itu, sudah jelas kita sedang sakit!”

“Ih, kau kan yang pertama bertanya?!”

“Benarkah? Mungkin penyakitku sudah membuatku pikun??”

“Ih dasar kau Bell!” ujar Anna gemas.

Bell tampak terkejut mendengar Anna pertama kalinya menyebut namanya, selama ini, sejak mengenalnya, Anna tak pernah sekalipun menyebut namanya.

“Ada apa?”
Tanya Anna

“Tidak.. hanya saja.. ini pertama kalinya kau menyebut namaku.. aku cukup terkejut..”

Anna hanya terdiam dan tertawa kecil mendengar jawaban Bell, ia kembali mengalihkan pandangannya ke luar jendela

“Benar juga ya..”

“Benar juga apanya?”

“Kalau begitu..”

“Kalau begitu?”

“Aku kembali dulu ya! Sudah saatnya check-up, sekarang sudah jam 12 lho!”

“Benarkah? Pantas saja aku sudah merasa kepanasan”

            Anna kembali bersenandung, namun irama dan nada yang ia senandungkan berbeda dengan tadi, kini iramanya lebih ceria dengan nada yang cerah dan gembira. Ia menutup jendela ruang lounj dan berjalan dengan ringan menuju lorong putih menuju kamarnya.

“Baiklah, aku kembali ke kamar dulu ya!”

“Ya.. baiklah..”

Anna berjalan, namun ia berhenti dan menengok kembali kepada Bell

“Kau juga harus segera kembali ya!”

“Ya,ya, baiklah”

Dan Ia pun melanjutkan jalannya, namun kembali berhenti dan sekali lagi menengok kepada Bell

“Besok aku datang lagi membaca lanjutan novelmu ya? Jangan lupa ditulis!”

“Ya tenanglah, aku yakin besok sudah selesai chapter selanjutnya”

Lagi, ia melanjutkan jalannya, sekali lagi pula ia berhenti dan menengok kepada Bell

“Daag Bell!”

Ujarnya sambil melambaikan tangannya, dan seketika, tanpa Bell sadari, ia menjawab..

“Daag… Anna…”

Tanpa sempat memperlihatkan ekspresinya pada Bell, Anna segera menoleh kembali dan memasuki kamarnya. Sementara Bell, dengan buku tulis yang terbuka di pangkuannya, menatap birunya langit dari balik jendela bertirai putih, dengan senyum kecil di wajahnya.

No comments: